Penyebab Krisis 2008 di Indonesia

Selasa, 28 April 2015 0 komentar
Jika ditinjau secara historis, maka krisis global yang tengah kita rasakan saat ini hampir bisa dikatakan sama dengan The Great Depression yang terjadi juga di Amerika sekitar tahun 1929 lalu. Terdapat berbagai macam kemiripan baik apa yang terjadi maupun penyebab dari krisis global ini. Setelah membaca beberapa bahan mengenai krisis global ini, maka saya dapat menjabarkan dalam poin-poin beberapa penyebab krisis global yang bermula Oktober 2008 lalu hingga saat ini, sebagai berikut :
1. Defisit anggaran keuangan Amerika yang tercermin sejak laporan keuangan Amerika 2007 silam akibat inflasi, perang Irak, kebebasan regulasi markt yang liar, dan persaingan ekspor impor dengan negara lain.
2. Kasus Subprime Mortgage, paket pengkreditan rumah yang ditujukan untuk orang ‘miskin’ Amerika yang memiliki catatan peminjaman buruk.
3. Gaya hidup bergantung kredit yang melebihi batas, namun di bawah kesanggupan membayar, bahkan tidak sedikit peminjam yang sebenarnya memiliki kredit rating yang jauh di bawah standar tetap diberikan pinjaman demi kemudahan dan kelancaran utang dan perekonomian Amerika.
4. Pengganti fungsi US Dollar dan penjaminan emasnya sebagai alt nvestasi menjadi media utang oleh Fed Reserve
5. Terseretnya perbankan dan lembaga-lembaga besar keuangan Amerika sebagai efek berantai sejak kredit macet subprime mortgage (dibutuhkan likuiditas dana kas yang besar sehingga memicu penarikan massal dana besar-besaran dari bursa Amerika termasuk dari negara-negara lain untuk menambal Wall Street)
6. Efek persiapan pemilu Amerika yang akan menentukan bentuk perekonomian seperti apa yang akan berlanjut demokrat ataukah republik, sehingga investor terlebih dahulu mengantisipasi “the worst case scenario” dalam pergerakan ekonomi Amerika dengan pergerakan ancang-ancang kabur dari bursa.
Sebagai salah satu negara maju dunia, Amerika Serikat jelas memiliki peranan yang cukup besar dalam dunia ekonomi politik internasional. Wall Street, pasar saham terbesar yang terdapat di Amerika pun adalah pasar saham terbesar di dunia. Dunia yang tanpa batas tempat kita berpijak saat ini, lebih seringnya kita sebut dengan istilah Globalisasi, membuat keterkaitan antara berbagai pihak menjadi sangat erat, terlebih dalam dunia ekonomi khususnya saham, sehingga, kepanikan-kepanikan yang terjadi satu wilayah khususnya di pasar saham akan dengan sangat cepat mempengaruhi pasar di wilayah lain. Inilah penyebab terjadinya krisis yang mengglobal.
Analisis Krisis Global 2008-2009
Untuk menganalisis lebih lanjut mengenai krisis global 2008-2009 ini, saya akan menggunakan perspektif ekonomi politik internasional yang strukturalis. Perspektif strukturalis ini melihat bahwa adanya sebuah struktur internasional yang belaku di dunia. Perspektif strukturalis ini sebenarnya sangat dekat dengan pendekatan Marxis yang banyak menggunakan sistem kelas.
Jika Marxis banyak mengkritik tatanan ekonomi dunia dengan kelas borjuis dan proletar, untuk strukturalis ini sendiri lebih mngedapankan ke pihak-pihak yang memiliki modal dan tidak memiliki modal. Karena adanya hubungan kelas antara pihak yang bermodal dan tidak bermodal ini pun kemudian menimbulkan adanya sebuah ketergantungan.
Perspektif strukturalis sebenarnya hampir mirip dengan World System Theory yang dikemukakan oleh Wallerstein. Jika dalam strukturalis telah dikatakan bahwa dunia ekonomi politik internasional ini telah memiliki strukturnya sendiri, maka Wallerstein pun juga mengatakan bahwa dunia ekonomi politik internasional ini telah memiliki sistem sendiri dimana pihak-pihak menempati kelasnya masing-masing dan menjalankan rutinitasnya satu sama lain yang pada akhirnya akan bermuara pada suatu ketergantungan.
Dalam perspektif strukturalis, dikatakan bahwa struktur ekonomi politik global dapat mempermudah negara-negara berkembang dalam perekonomiannya dengan cara membuatnya tergantung pada negara-negara inti kapitalis.
Dunia yang kita pijak saat ini adalah dunia dengan arus globalisasi yang sangat kuat di berbagai pihak. Dalam bidang ekonomi, globalisasi ekonomi terjadi dalam sistem ekonomi kapitalis yang secara terpaksa dimasyarakatkan pada negara-negara berkembang di dunia. Dalam bidang politik, globalisasi politik terjadi dalam sistem politik demokratis yang juga terpaksa dimasyarakatkan pada negara-negara berkembang di dunia.
Jika paham-paham baik dalam ekonomi maupun politik ini berhasil diadopsi oleh negara-negara berkembang yang sebenarnya belum siap atau bahkan tidak membutuhkan paham seperti ini, maka akan bermuara pada ketergantungan yang akan terjadi di kemudian hari apabila paham-paham tersebut berhasil diadopsi. Dari analisis ini, maka dapat saya simpulkan bahwa era globalisasi juga memegang peranan penting dalam ketergantungan negara-negara berkembang terhadap negara maju karena sebenarnya ketergantungan adalah salah satu semangat tersembunyi dari globalisasi.
Struktur dunia juga telah ditanamkan sejak dulu, sejak Bretton Woods dicetuskan di New Hampshire Juli 1944 lalu sebagai sebuah solusi untuk membangun kembali perekonomian dunia dan negara-negara yang berjatuhan pascaPerang Dunia II saat itu.
Bretton Woods saat itu lahir sebagai sebuah sistem yang mengatur perekonomian dunia agar berjalan tetap pada jalur dan diharapkan dapat mewujudkan kesejahteraan di setiap negara yang meratifikasinya. Sistem ini kemudian menyepakati sebuah sistem fixed exchanged rate dengan mata uang Dollar Amerika Serikat sebagai satu-satunya mata uang yang dapat dikonversikan ke emas. Mengingat Amerika Serikat lah yang memiliki cadangan emas terbesar dunia, yakni 2/3 dari emas dunia adalah kpemilikan Amerika Serikat. Selain itu, adanya juga peluang untuk mendominasi dunia yang dilihat Amerika Serikat jika cadangan emasnya berhasil digunakan sebgai alat tukar internasional. Namun, sistem ini semakin menemukan kelamahannya sendiri seiring dengan perjalanannya. Terjadinya inflasi memberi pengaruh besar bagi era fixed exchanged rate yang kemudian dikenal dengan Nixon Shock yang menentapkan berubahnya erat fixed exchanged rate menjadi floating exchanged rate dan sekaligus penanda berakhirnya sistem Bretton Woods.
Namun, terdapat struktur bentukan Bretton Woods System yang tidak runtuh seiring dengan runtuhnya sistem ini, yakni apa yang kemudian kita kenal dengan istilah Unholy Triangle, IMF, Bank Dunia, dan WTO.
Pada dasarnya, IMF adalah lembaga publik yang didanai oleh pembayar pajak dari seluruh dunia. Meski demikian, IMF “sekadar” bertanggung jawab kepada para menteri keuangan dan direktur bank sentral negara-negara anggotanya, bukan kepada rakyat pembayar pajak atau kepada masyarakat yang menjadi kelompok sasaran berbagai programnya.
“Kontrol” atas IMF dilakukan oleh perwakilan negara anggota lewat pengambilan suara yang rumit dengan bobot suara masing-masing negara ditentukan oleh kekuatan ekonominya. Tak heran bahwa negara-negara industri memiliki bobot suara terbesar dengan AS sebagai satu-satunya pemegang hak veto.
Antara IMF dan Bank Dunia terdapat pembagian kerja dan fungsi. Bank Dunia, umumnya, memberikan kredit jangka panjang kepada pemerintahan untuk mendanai proyek-proyek pembangunan dan infrastruktur, seperti jalan, pembangkit tenaga listrik, sekolah, bendungan, pelabuhan, jembatan. Sementara itu, IMF menentukan apakah sebuah negara layak menerima kredit. Negara penerima kredit harus melaksanakan “program penyesuaian struktural”, mencakup privatisasi dan penyunatan anggaran layanan masyarakat seperti kesehatan dan pendidikan.
Keruntuhan yang melanda Bretton Woods pada tahun 1970-an saat itu tidak diiringi dengan keruntuhan ‘Unholy Triangle’ ini karena masih sangat dibutuhkannya peranan ketiga badan ini untuk membantu dan mengatur skema/struktur perekonomian internasional. Saat itu memang ketiga badan ini masih menjalankan peranan dan fungsinya sebagaimana mestinya. Namun, yang terjadi di masa sekarang, ketiga badan ini hanya menimbulkan ketergantungan yang sangat besar antara negara berkembang dan negara maju.
Amerika sebagai salah satu aktor yang memiliki peranan besar baik dalam pembentukan struktur perekonomian dunia juga dalam pembentukan ‘Unholy Triangle’ tadi seperti induk dalam rumah tangga perekonomian dunia. Karena itu, jika ada yang tidak beres pada induk dalam struktur perekonomian tadi, maka secara perlahan tapi pasti akan member pegaruh juga pada anak-anak nya yang bergantung padanya.
Krisis global memang adalah suatu hal yang riskan terjadi dalam dunia ekonomi politik internasional jika dipandang dari perspektif strukturalis khususnya system dunia yang menyebabkan ketergantungan di berbagai pihak.
Solusi Krisis Ekonomi Global 2008-2009
Untuk solusi yang menurut saya sebaiknya dicanangkan dalam menanggulangi krisis global 2008-2009 ini, ada 3 poin yang akan saya tawarkan, antara lain:
1. Perwujudan Sistem Ekonomi Mandiri
Sistem Ekonomi Mandiri menurut saya adalah sebuah solusi yang baik uyntuk setiap negara di dunia ini. Kepercayaan diri akan potensi masing-masing adalah hal yang sangat penting sebelum perwujudan ekonomi mandiri ini. Perlu diingat, ekonomi mandiri yang saya tawarkan bukannya ekonomi mandiri yang kemudian bermuara pada tidak adanya interaksi internasional yang menghiasi dunia internasional. Interaksi harus ttap ada, namun kuantitasnya perlu dibatasi agar nantinya tidak bermuara pada sebuah fenomena ketergntungan lagi. Karena toh kita semua telah diberi rezki masing-masing dalam hidup ini.
2. Perkuat system regionalisasi ekonomi
Sistem Regionalissi ekonomi juga merupakan salah satu solusi yang saya tawarkan untuk penyelesaian krisis glbal 2008-2009 ini. Sistem Regionalisasi Ekonomi, jika terwujud menurut saya akan memberikan rasa keterikatan secara batin yang lebih besar ketimbang kerja sama dengan negra-negara yang tidak seregion. Rasa keterikatan yang lebih besar itu jelas timbul dari kesamaan budaya leluhur yang tidak jauh beda dari negara-negara yang terdiri dari satu region. Selain adanya kesamaan budaya leluhur, tentu tentang pemahaman, paradigm, dan pola pikir dalam melihat sebuah persoalan hampir sama. Hal ini kemudian saya percaya dapat meminimalisir terjadinya konflik internal. Selain itu, solusi system ekonomi region ini juga saya tawarkan dari semangat kerja sama dan gotong royong. Bahwa untuksuatu hal yang dihadapi secara bersama tentu akan lebih mudah teratasi dari pada sendiri-sendiri
Dari kedua poin solusi yang saya tawarkan di atas tentu tidaka akan berhasil jika tidak dibarengi dengan aktor-aktor ekonomi politik internasional yang memiliki mentalyang baik. Sebagus atau seideal apa pun sebuah system dibuat, jika tidak dilakukan oleh individu-individu yang baik secara pikiran dan hati, maka system tersebut tentu tidak akan berjalan denganbaik. Karena itu, hal paling utama yang perlu dipersiapkan adalah, sumberdaya manusia yang terlatih secara skill dan mental untuk menghadapi derasnya cobaan dalam dunia ekonomi politik internasional.

0 komentar:

Posting Komentar