Usaha pembesaran ikan sidat belum banyak  dilakukan di Indonesia walaupun masih bersifat hobies atau skala uji  coba.  Hal ini karena masih kurangnya informasi mengenai teknik  pembesaran, ketersediaan benih dan harga pasar yang jelas baik dalam  maupun luar negeri. Ikan Sidat (Anguilla sp.) mempunyai nama yang  beragam di Indonesia.  Beberapa diantaranya seperti di Jawa Tengah dan  Jawa Timur orang lebih mengenalnya dengan sebutan pelus, di Jawa Barat dikenal dengan sebutan moa, Sulawesi Utara menyebutnya dengan sogili dan di Poso dikenal dengan masapi. Sedangkan di pasaran dunia lebih dikenal dengan sebutan eel.   Akhir-akhir ini usaha pemeliharaan sidat kembali timbul dikalangan  pembudidaya ikan. Usaha pemeliharaan sidat, baik yang dilakukan secara  ekstensif maupun intensif mulai bermunculan di beberapa daerah. Potensi  Indonesia dalam usaha pemeliharaan sidat cukup baik karena :
- Indonesia memiliki potensi elver cukup besar untuk memenuhi kebutuhan benih sidat.
- Kondisi tanah yang luas dan memenuhi syarat.
- Kualitas dan kuantitas air yang cocok untuk pemeliharaan sidat.
- Kondisi lingkungan yang menunjang.
- Bahan baku pakan yang dapat tersedia dalam jumlah besar dan dengan harga relatif murah.
Sumber elver di Indonesia dapat dijumpai  terutama di perairan sebelah Barat dan perairan sebelah Timur wilayah  Indonesia termasuk Sulawesi. Potensi elver ini belum dimanfaatkan secara  maksimal oleh pembudidaya ikan sehingga banyak peluang yang tidak  termanfaatkan.  Jenis sidat yang telah dikenal berkisar antara 350 jenis  yang sebagian besar menyukai habitat laut. Tubuhnya yang panjang  seperti ular dan licin memungkinkan sidat untuk berenang di tempat  sempit atau lubang didalam kolam. Sebagai hewan nokturnal, sidat aktif  pada malam hari sedangkan pada siang hari biasanya beristirahat.  Beberapa jenis sidat merupakan hewan pemangsa ganas yang mempunyai gigi  kokoh dan tidak suka melepaskan mangsa yang telah digigitnya.
Pasokan air yang memenuhi syarat sangat  penting dalam usaha pemeliharaan sidat. Temperatur lingkungan yang  relatif tinggi sangat sesuai dengan kebutuhan sidat. Fluktuasi suhu yang  relatif rendah antara siang dan malam hari merupakan keuntungan lain  bagi Indonesia dalam usaha pemeliharaan sidat.  Larva sidat mempunyai  daya tahan yang rendah terhadap perubahan kondisi lingkungan perairan.  Dengan demikian, perubahan kualitas lingkungan yang terjadi secara  tiba-tiba sering menimbulkan kematian larva sidat secara massal.  Setibanya di pantai, elver akan bermigrasi ke perairan tawar menuju  waduk, hulu sungai, kolam dan perairan tawar lainnya. Perjalanan larva  sidat untuk mencapai perairan tawar dilakukan dengan menggunakan tenaga  pasang naik. Pada saat air sedang surut, larva sidat biasanya akan  segera membenamkan diri ke dalam lumpur di dasar sungai atau mencari  tempat teduh sambil menanti air pasang kembali.
Selama hidup di perairan tawar, sidat  lebih menyukai hidup pada habitat yang banyak batunya. Batu ini  digunakan oleh sidat sebagai tempat berlindung, terutama dari terik  matahari. Selain itu, sidat juga sering dijumpai hidup di lubang-lubang  gelap atau membenamkan dirinya ke dalam lumpur di dasar perairan. Oleh  karena itu, untuk kegiatan pembesaran elver di dalam kolam kondisi air  kolam harus tetap dijaga agar sesuai dengan kebutuhan dari elver itu  sendiri.
Ikan sidat mempunyai sifat katadromus  yakni melakukan ruaya mijah ke laut dan anak-anak sidat melakukan ruaya  kembali untuk tumbuh dewasa di perairan tawar. Ruaya merupakan bagian  terpenting dalam siklus hidup ikan sidat untuk kelangsungan proses  regenerasi. Pemutusan salah satu mata rantai siklus ini dapat  mengakibatkan punahnya sumberdaya sidat di alam karena pemijahan hanya  terjadi sekali dalam hidupnya. Perubahan pengelolaan sumberdaya  perikanan dari pola perikanan tangkap menuju perikanan budidaya  merupakan salah satu alternatif untuk melindungi sumberdaya ini dari  kepunahan.  Tingginya harga jual ikan sidat dan luasnya daerah pemasaran  ikan sidat serta cukup tersedianya benih diperairan Indonesia baik  elver maupun juvenil, memungkinkan Indonesia menjadi produsen ikan  sidat.
Biologi Ikan Sidat (Anguilla sp.)
Bleeker dalam Liviawaty dan Afrianto (1998), mengatakan bahwa ikan sidat mempunyai klasifikasi sebagai berikut :
            Phylum           : Chordata
            Class              : Pisces
            Ordo               : Apodes
            Famili              : Anguillidae
            Genus            : Anguilla
            Spesies          : Anguilla sp.
Ikan sidat betina lebih menyukai perairan  estuaria, danau dan sungai-sungai besar yang produktif, sedangkan ikan  sidat jantan menghuni perairan berarus deras dengan produktifitas  perairan yang lebih rendah.  Hal ini menunjukkan bahwa perubahan  produktifitas suatu perairan dapat mempengaruhi distribusi jenis kelamin  dan rasio kelamin ikan sidat.  Perubahan produktifitas juga sering  dihubungkan dengan perubahan pertumbuhan dan fekunditas pada ikan  (EIFAC/ICES, 2000).  Helfman et al. (1997) mengatakan bahwa ikan sidat jantan tumbuh tidak lebih dari 44 cm dan matang gonad setelah berumur 3-10 tahun.
Anguilla sp. tergolong gonokhoris  yang tidak berdiferensiasi, yaitu kondisi seksual berganda yang  keadaannya tidak stabil dan dapat terjadi intersex yang spontan  (Effendi, 2000). Ikan sidat termasuk dalam kategori ikan katadromus,  ikan sidat dewasa akan melakukan migrasi kelaut untuk melakukan  pemijahan, sedangkan anakan ikan sidat hasil pemijahan akan kembali lagi  ke perairan tawar hingga mencapai dewasa.  Stadia perkembangan ikan  sidat baik tropik maupun subtropik (temperate) umumnya sama,  yaitu stadia leptochephalus, stadia metamorphosis, stadia glass eel atau  elver, yellow eel dan silver eel (sidat dewasa atau matang gonad).  Setelah tumbuh dan berkembang di perairan tawar, sidat dewasa (yellow  eel) akan berubah menjadi silver eel (sidat matang gonad), dan  selanjutnya akan bermigrasi ke laut untuk berpijah.  Lokasi pemijahan  sidat tropis diduga berada di perairan Samudra Indonesia, tepatnya di  perairan barat pulau Sumatera (Setiawan et al., 2003).
Juvenil ikan sidat hidup selama beberapa tahun di sungai-sungai dan danau untuk melengkapi siklus reproduksinya (Helfman et al,  1997). Selama melakukan ruaya pemijahan, induk sidat mengalami  percepatan pematangan gonad dari tekanan hidrostatik air laut,  kematangan gonad maksimal dicapai pada saat induk mencapai daerah  pemijahan. Proses pemijahan berlangsung pada kedalaman 400 m, induk  sidat mati setelah proses pemijahan (Elie, P., 1979 dalam Budimawan, 2003).
Waktu berpijah sidat di perairan Samudra  Hindia berlangsung sepanjang tahun dengan puncak pemijahan terjadi pada  bulan Mei dan Desember untuk Anguilla bicolor, Oktober untuk Anguilla marmorata, dan Mei untuk Anguilla nebulosa (Setiawan et al., 2003). Di perairan Segara Anakan, Anguilla bicolor dapat ditemukan pada bulan September dan Oktober, dengan kelimpahan tertinggi pada bulan September (Setijanto et al., 2003).
Makanan utama larva sidat adalah  plankton, sedangkan sidat dewasa menyukai cacing, serangga, moluska,  udang dan ikan lain. Sidat dapat diberi pakan buatan ketika  dibudidayakan (Liviawaty dan Afrianto, 1998).  Tanaka et al., (2001) mengatakan bahwa pakan terbaik untuk sidat pada stadia  preleptochepali adalah tepung telur ikan hiu, dengan pakan ini sidat  stadia preleptochepali mampu bertahan hidup hingga mencapai stadia  leptochepali.
Kedatangan juvenil sidat di estuaria  dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan, terutama salinitas, debit  air sungai dan suhu.  Elver yang sedang beruaya anadromous menunjukkan  kadar thyroid hyperaktif yang tinggi, sehingga bersifat reotropis  (ruaya melawan arus). Elver juga bersifat haphobi (menghindari massa  air bersalinitas tinggi) sehingga memungkinkan ruaya melawan arus ke  arah datangnya air tawar (Budimawan, 2003).  Aktivitas sidat akan  meningkat pada malam hari, sehingga jumlah elver yang tertangkap pada  malam hari lebih banyak daripada yang tertangkap pada siang hari  (Setijanto et al., 2003).  Hasil penelitian Sriati (2003), di  muara sungai Cimandiri menunjukkan bahwa elver cenderung memilih habitat  yang memiliki salinitas rendah dengan turbiditas tinggi. Salinitas dan  turbiditas merupakan parameter yang paling berpengaruh terhadap  kelimpahan.  Kelimpahan elver yang paling tinggi terjadi pada saat bulan  gelap.  Ikan sidat mampu beradaptasi pada kisaran suhu 120C-310C, sidat mengalami peurunan nafsu makan pada suhu lebih rendah dari 120C.   Salinitas yang bisa ditoleransi berkisar 0-35 ppm.  Sidat mempunyai  kemampuan mengambil oksigen langsung dari udara dan mampu bernapas  melalui kulit diseluruh tubuhnya (Liviawaty dan Afrianto, 1998).
Siklus Hidup Sidat
Siklus hidup sidat cukup rumit. Sidat  yang bersifat katadrom mulai kehidupannya dari lautan dalam. Lautan yang  digunakan sebagai daerah pemijahan (spawning ground) umumnya  mempunyai kedalaman lebih dari 3000m. Sedangkan aktivitas pemijahan  berlangsung di lapisan air dengan kedalaman 400m – 500m dibawah  permukaan air. Kondisi lingkungan pada lapisan tersebut sangat menunjang  aktivitas pemijahan dan penetasan telur karena memiliki temperatur 160C-170C dan salinitasnya mencapai 350/00.
Induk sidat yang telah melakukan  pemijahan akan menghasilkan telur. Telur yang telah dibuahi akan menetas  dalam waktu satu  hingga sepuluh hari dan berubah menjadi larva sidat  yang dikenal dengan leptochephalus. Larva sidat bersifat pasif dalam  mencari makanan dan cenderung hanya mengambil makanan yang ada di  sekitarnya. Leptochephalus secara berangsur-angsur akan menuju ke  permukaan air sesuai dengan perkembangan tubuhnya. Larva tersebut akan  bergerombol menuju ke lapisan air yang dangkal karena terbawa oleh arus  permukaan laut menuju ke perairan tawar. Selama dalam perjalanan menuju  ke perairan tawar, leptochephalus mengalami perubahan bentuk. Setelah di  perairan pantai, leptochephalus biasanya telah berubah menjadi elver  (sidat kecil). Elver akan hidup di perairan tawar hingga menjadi dewasa  dan matang kelamin. Pasangan induk sidat yang telah matang kelamin akan  berusaha memijah ke laut.
Pakan Sidat 
Sidat yang dipelihara dapat diberi pakan  buatan atau ikan mentah. Pakan buatan lebih disukai oleh pembudidaya  sidat sebab dapat memberikan nilai konversi pakan 1,4 dibandingkan  dengan pakan alami berupa ikan mentah yang hanya memberikan nilai  konversi 7. Besarnya perbedaan nilai konversi ini disebabkan oleh produk  pakan buatan lebih kering daripada ikan mentah. Rasio konversi pakan  akan meningkat apabila suhu lingkungan meningkat atau apabila sidat yang  dipelihara makin dewasa.
Kualitas Air 
Air untuk mengisi kolam harus memiliki  kualitas yang baik agar pertumbuhan sidat yang dipelihara dapat  maksimal. Kemampuan mempertahankan kualitas air merupakan hal penting  untuk keberhasilan pemeliharaan. Penggunaan air untuk pemeliharaan  sebaiknya berasal dari mata air, sebab kualitas air tersebut memenuhi  syarat untuk digunakan dalam budidaya sidat.
Kelemahan dari sumber air tersebut adalah  kandungan oksigen dan bahan-bahan organik yang terlarut relatif rendah  sehingga perlu dibiarkan selama beberapa saat di udara terbuka dengan  aerasi atau pengadukan untuk meningkatkan konsentrasi oksigen terlarut,  sedangkan untuk kestabilannya di dalam air dapat dipertahankan dengan  aerasi. Kandungan bahan organik yang rendah dapat ditingkatkan dengan  cara diberi pupuk atau pakan tambahan.
Penyediaan Benih
Penyediaan benih sidat (Elver) di BBAT  Tatelu masih mengandalkan tangkapan dari alam. Elver muda (Glass eel)  ditangkap dengan menggunakan jaring sorong dan alat ini bersifat aktif.  Penangkapan elver muda di alam dilakukan pada saat puncak bulan mati,  biasanya penangkapan pada malam hari antata jam 12 malam – 5 pagi.   Peralatan yang digunakan dalam proses penangkapan meliputi: lampu  petromak, senter, wadah penampungan, dan jaring seser.
Proses penangkapan elver biasanya  dilakukan di muara – muara sungai.  Elver akan masuk ke dalam sungai  bersamaan dengan masuknya air pasang dari laut, pada saat tersebut  dengan dibantu penarangan lampu petromak elver yang masuk dari laut  ditangkap dengan jaring sorong.  Elver hasil tangkapan ditampung dalam  wadah penampungan yang terbuat dari happa ukuran 2 x 3 x 1 m dengan  mesize 1mm.  Elver kemudian dibersihkan dari campuran sampah, anak  kepiting dan udang.  Banyaknya elver yang tertangkap tergantung dari  banyaknya elver yang memasuki muara sungai, biasaya musim penangkapan  elver terbesar pada bulan Mei – Oktober setiap tahunnya.  Jumlah  tangkapan biasanya dapat mencapai 100 – 500 kg.  Lokasi penangkapan  elver di Sulawesi Utara sementara ini meliputi muara Sungai Amurang,  Sungai Poigar dan Sungai Inobonto. Elver hasil tangkapan segera diangkut  ketempat budidaya, elver diangkut melalui darat dengan menggunakan  mobil. Elver diangkut secara tertutup dengan cara dimasukkan dalam  kantong plastik yang diberi air dan oksigen, kantong plastik diikat dan  dibungkus karung. Jumlah elver pada setiap kantong dengan lama  pengangkutan 4 – 6 jam sebanyak 1 – 1,5 kg atau 5000 – 7500  ekor/kantong.
Sumber Air
Sumber air yang digunakan di Balai  Budidaya Air Tawar Tatelu dalam pembesaran elver di indoor hatchery  adalah air tawar dari mata air resapan gunung klabat  dengan parameter  kualitas air sebagai berikut: suhu air berkisar antara 22 – 26°C, pH air  berkisar antara 6 – 7.5, dan oksigen terlarut 6 – 7 ppm.
Pakan
Dalam kegiatan pembesaran elver didalam  indoor hatchery ada dua jenis pakan yang digunakan, yaitu pakan pada  stadia awal pemeliharaan berupa cacing darah dalam bentuk beku atau  frozen blood worm dan pakan pellet berbentuk pasta dengan kandungan nutrisinya sudah  diperkaya. Blood worm atau cacing darah adalah larva serangga golongan Chironomus. Oleh  karena itu, meskipun disebut sebagai cacing, binatang ini sama sekali  bukan golongan cacing-cacingan tetapi serangga. Nyamuk Chironomus tidak menggigit dan kerap dijumpai di perairan bebas dengan dasar  berlumpur atau berpasir sangat halus yang kaya akan bahan organik.  Fase  makan dari serangga ini terdapat pada fase larvanya, sedangkan bentuk  dewasanya, sebagai nyamuk yang tidak menggigit, hanya berperan untuk  kawin kemudian bertelur dan mati.  90% bagian tubuh bloodworm adalah air  dan sisanya, 10%,  terdiri dari bahan padatan. Dari 10% bahan padatan  ini 62.5% adalah protein, 10% lemak, dan sisanya lain-lain.
Dengan kandungan nutrisi yang kaya protein, bloodworm merupakan salah satu pakan ikan yang disukai.  Dalam blantika ikan hias, bloodworm telah digunakan sebagai pakan ikan sejak tahun 1930-an. Pada umumnya  bloodworm dipanen dari alam.  Oleh karena itu, ketersediaannya sangat  ditentukan oleh kondisi alam.  Pada saat kondisi alam tidak memungkinkan  bloodworm untuk dipanen, seperti karena banjir, kemarau berkepanjangan, bloodworm mendadak bisa menjadi langka, dan harganya otomatis akan melambung.
Pakan pellet berbentuk pasta yang  digunakan sebagai makanan lanjutan pembesaran elver dalam indoor  hatchery adalah semula pakan pellet butiran(KRA 3) yang kemudian  dihaluskan menjadi tepung pellet, tepung pellet ini kemudian dicampur  dengan bahan nutrisi lainnya (protein, vitamin dan mineral) ditambah air  bersih secukupnya. Sampai saat ini formulasi pakan pellet berbentuk  pasta yang dibuat merupakan campuran tepung pellet KRA 3, vitamin C, dan  sebagai perekat digunakan tepung tapioka secukupnya.
Teknik Pemeliharaan
Elver hasil tangkapan di alam terlebih  dahulu dikondisikan dengan cara mengadaptasikannya dalam wadah  pemeliharaan selama 2-3 hari, selama proses adaptasi elver tidak diberi  makan, namun kualitas air media budidaya selalu dipertahankan dalam  kondisi baik. Dalam proses ini air media budidaya dikondisikan dengan  suhu air 29- 30°C, proses pengkondisian suhu air dibantu dengan  menggunakan alat pemanas air secara otomatis, salinitas air juga  dipertahankan sampai 3 – 5 ppt dengan cara menambahkan dan melarutkan  NaCl ke dalam media budidaya sebanyak 2 kg per wadah. Selain mengatur  suhu air dan salinitas, media budidaya juga dilengkapi aerator dengan  menambahkan 3-4 titik aerasi pada setiap wadah. Padat tebar elver pada  masa pemeliharaan 1 bulan pertama adalah 5000 – 10.000 ekor/wadah.  Selama proses pengadaptasian di dalam wadah elver yang mati dan  sisa-sisa serasah, pasir dan lumpur serta hewan-hewan air seperti anak  kepiting, udang dan ikan yang ikut tertangkap di angkat/dikeluarkan dari  wadah.
Wadah Pemeliharaan
Wadah pemeliharaan yang digunakan dalam  pendederan dan pembesaran elver didalam indoor hatchery berupa bak  fiberglass bundar kapasitas 1000 liter air dengan kuntruksi sebagai  berikut; tinggi bak 70-80 cm, diameter 1500 cm, bagian dasar bak  berbentuk kerucut, dengan bagian tengah berlobang dengan diameter 2  inch, bagian dalam bak licin sedangkan bagian luarnya agak kasar.  Pada  bagian atas bak fiber dibentuk kanopi atau melengkung ke dalam kurang  lebih 7 – 10 cm.
Kontruksi bak fiberglass seperti  diatas sementara ini dapat dikatakan lebih mudah pengelolaannya dalam  pembesaran elver dibandingkan tempat-tempat lain seperti bak persegi  baik fiberglass ataupun bak beton. Kapasitas wadah pemeliharaan 1000  liter air dapat menampung 5.000 – 10.000 ekor pada masa pemeliharaan 1  bulan pertama, 3000 – 5000 ekor untuk masa pemeliharaan setelah 1 bulan.
Jenis pakan dalam masa pemeliharaan ini  adalah cacing darah (Chironomus)  yang diberikan secara adlibitum dengan frekuensi 4 kali sehari sebanyak  80 – 160 gr setiap pemberian makan (320 – 640 gr/hari/wadah). Dalam  proses pemberian pakan ini cacing darah yang beku sebelum diberikan ke  elver terlebih dahulu diiris kecil-kecil menyesuaikan bukaan mulut  elver, pemberian pakan seperti ini dilakukan 7 -10 hari, untuk hari-hari  berikutnya dapat diberikan secara utuh tanpa dipotong/diiris  kecil-kecil, untuk menghindari kontaminasi penyakit cacing darah yang  sudah mencair dapat direndam dalam larutan antiseptik berupa larutan  kunyit selama 15 menit atau dapat pula diseduh/disiram dengan air panas.
Pergantian air media pemeliharaan  dilakukan setiap hari sebanyak 100 % dengan sumber air yang terlebih  dahulu telah disucihamakan, pergantian air dilakukan pada pagi hari  setelah pemberian makan pertama.  Pergantian air dilakukan secara  konvensional dengan cara mengisap air media yang kotor dengan  menggunakan slang isap 1 inch sebanyak 3-4 slang isap, slang isap  dibungkus dengan saringan yang terbuat dari pipa paralon 4 inch, apabila  air pada wadah pemeliharaan tinggal sedikit, air bersih segera  dialirkan ke dalam wadah agar air yang kotor yang masih tersisa dapat  terkuras habis.
Dalam masa pemeliharaan 1 bulan ini  kelangsungan hidup elver dapat mencapai diatas 90 % dengan ukuran  berkisar antara 0,2 – 0,3 gr per ekor, sedangkan kebutuhan pakan cacing  darah diperkirakan 3,5 gr per ekor per 1 bulan masa pemeliharaan.  Kegiatan pembesaran elver di dalam indoor hatchery selanjutnya  diteruskan dengan merubah jenis pakan yang diberikan dari cacing darah  ke pakan pellet berbentuk pasta, formulasi pakan dapat dilihat pada  tabel dibawah ini.
 Tabel 1. Formulasi pakan pendederan elver
| No | Bahan | Komposisi Bahan (%) | Keterangan | 
| 1 | Tepung pellet KRA 3 | 50 | Butiran halus | 
| 2 | Omega protein | 2 | - | 
| 3 | Mineral mix | 2 | - | 
| 4 | Vitamin C | 1 | - | 
| 5 | Tepung kanji | 5 | - | 
| 6 | Air | 100 – 150 | Dimasak dengan tepung kanji | 
Sumber : BBAT Tatelu
Dalam kegiatan ini padat tebar elver  dalam bak fiber glass diperkecil menjadi 3000 – 5000 ekor/wadah (1000  liter).  Perubahan jenis pakan ini memerlukan kesabaran dan keseriusan  dalam pengelolaannya.  Proses perubahan jenis pakan ini terkadang sampai  satu mingguan.  Pada proses inilah banyak elver yang tidak dapat  beradaptasi dengan pakan buatan pellet yang berbentuk pasta, elver  menjadi kurus dan kondisinya sangat lemah, dengan kondisi demikian  secara tidak langsung elver tersebut tidak kuat menahan arus air pada  saat pergantian air sehingga elver akan ikut terisap dan menempel pada  saringan air, elver–elver tersebut kemudian dibuang.
Pengadaptasian pakan alami cacing darah  ke pakan buatan pellet berbentuk pasta dilakukan secara perlahan dengan  cara mencampurkan kedua jenis pakan dengan perbandingan pertama 80 %  cacing dan 20% pakan pasta selanjutnya persentasi cacing setiap hari  dikurangi sampai 0 %.  Pakan pellet berbentuk pasta diberikan dengan  cara menempelkannya pada dinding wadah pemeliharaan tepat diatas  permukaan air, pada setiap wadah pemeliharaan  ditempelkan pakan  berbentuk pasta 2 – 3 bagian pakan atau menempelkannya pada dasar wadah  pemeliharaan. Pemberian pakan berbentuk pasta diberikan sebanyak 150 –  200 gr/wadah (apabila elver masih terlihat mau makan, maka jumlah pakan  yang diberikan dapat ditambahkan) dengan frekuensi pemberian pakan 1  kali sehari yaitu pada pagi hari.
Kegiatan pemeliharaaan dilakukan  selama 1,5 – 2,5 bulan dengan ukuran rataan 1 gr per ekor.  Kelangsungan  hidup elver dalam kegiatan ini dapat mencapai 60 %. Untuk mencapai  ukuran yang lebih besar pemeliharaan dapat dilanjutkan dalam wadah fiber  glass dengan padat tebar 3000 ekor selama 4 bulan, dalam masa  pemeliharaan ini pemberian makan hanya dilakukan satu kali dalam sehari  secara adlibitum (sampai kenyang) dan pergantian air juga dilakukan satu  kali dalam sehari (pergantian air dilakukan setelah selesai pemberian  makan), ukuran elver  setelah masa pemeliharaan berakhir dapat mencapai  rataan 5 gr/ekor, ukuran ini sudah dapat disebut dengan nama  ”sidat  muda”.

 


![[Contact and Chat Us] Secepat Mungkin Kami Akan Melayani Anda img](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEg1abDPruSkeOFcH0zCcu7oviaqOK5Rv-DovCjjpLIIFyI_FI-HU3moZZRIk4e7axZHMbXWNILaU7gQGnhk6ipZouciCMQxyDxV18XUEP_6oqxByUHMWPmYiaGuS5hyxMtMhYEsBXETJGPe/s1600/banner-111.gif)
![[NEW and Rare Pets] Get it Know img](https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEgivoemksQCJCu_DA8rMwgVwy6pp1oKqWK5SWGkRS-yYWiB2rsOKalctLKLFl_IkZfj4saEYzCKnFrYTJDHapa_KUeFeZvizOhgXUYP-RKqmgGsD3kqmQeEC2CtjdoohJSK9Xaz1r09YLOt/s1600/banner2.gif)









 
.jpg) 
 
.jpg) 
 
 
.jpg) 
0 komentar:
Posting Komentar